Meski sedang bersusah-payah menghadapi ancaman pandemi COVID-19, tingkat kepuasan publik kepada Presiden RI Joko Widodo ternyata masih tinggi. Menurut hasil survei Voxpopuli Research Center menyebutkan, kebijakan Presiden dalam menangani COVID-19 dinilai menjadi opsi terbaik. Hasil survei itu diungkap Direktur Eksekutif Voxpopuli Research Center, Dika Moehamad.
Survei Voxpopuli Research Center ini dilakukan pada tanggal 11 sampai dengan 20 September 2020 melalui telepon kepada 1.200 responden yang diambil secara acak dari survei sebelumnya sejak 2019. Margin of error survei sebesar ±2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Direktur Eksekutif Voxpopuli Research Center mengungkapkan, dari hasil survei itu kepuasan publik terhadap kepemimpinan Presiden masih menjulang tinggi hingga mencapai 64,7 persen. Sedang 30,6 persen menyatakan tidak puas. Sementara, sisanya 4,7 persen tidak tahu atau tidak menjawab.
Dika Moehamad mengatakan, kebijakan yang diambil Presiden untuk menangani COVID-19 masih menjadi opsi terbaik. Seperti dikethui, Presiden telah menerapkan sejumlah langkah, seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB), pemberian bansos, hingga pembukaan kegiatan ekonomi secara bertahap.
Di tengah tingginya kepuasan terhadap Presiden, catatan perlu diberikan kepada para pembantu di kabinet. Setidaknya ada sembilan menteri yang dipandang publik kinerjanya paling buruk dengan penilaian di bawah 1 persen.
"Termasuk di antara sembilan menteri dengan kinerja terburuk adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (0,9 persen), Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (0,7 persen), dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (0,1 persen)," papar Dika.
Dika mencontohkan peran Terawan yang seharusnya menjadi sentral dalam krisis kesehatan dinilai tidak optimal. Upaya mengendalikan COVID-19 dilakukan oleh Gugus Tugas atau kini berubah menjadi Komite Penanganan COVID-19-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCPEN).
Sementara itu, masuknya Nadiem yang sukses membangun start-up berstatus unicorn masih dipertanyakan kinerjanya. Publik menilai belum ada gebrakan berarti, terlebih di tengah kegiatan sekolah yang terhenti dan kesulitan masyarakat untuk pembelajaran daring.
Edhy Prabowo dikenal kontroversinya dengan mengizinkan ekspor lobster dan lembek dalam mengatasi illegal fishing. Menurut Dika, keputusan Edhy membalikkan kebijakan keras menteri sebelumnya dinilai publik sebagai keputusan yang tidak tepat.
Menteri-menteri lain yang dinilai buruk adalah Menteri Agama Fachrul Razi (0,8 persen), Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki (0,5 persen), Menteri Pariwisata Wishnutama (0,4 persen), dan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah (0,3 persen).
Berikutnya, Menteri Sosial Juliani P. Batubara (0,3 persen) dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati (0,2 persen). Selebihnya masih ada sejumlah nama lain yang hanya dinilai 0,1 persen dan tidak tahu/tidak menjawab 3,0 persen.
"Sebaliknya, sejumlah menteri dinilai berkinerja terbaik, yaitu Menteri Keuangan Sri Mulyani (25,3 persen), Menteri BUMN Erick Thohir (18,8 persen), dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno (13,0 persen)," kata Dika.
Menjelang setahun pemerintahan periode kedua, Jokowi dipandang perlu mengevaluasi kabinet. "Sebanyak 72,8 persen setuju dilakukan reshuffle kabinet terhadap menteri-menteri yang kinerjanya buruk, hanya 22,3 persen yang tidak setuju, dan 4,9 persen tidak tahu/tidak jawab," tutur Dika.
Posting Komentar