Munculnya aksi penolakan otonomi khusus (Otsus) di Papua hanya dilakukan oleh sebagian kecil kelompok massa. Sebaliknya, para tokoh adat maupun agama, pejabat maupun masyarakat lokal, banyak yang menginginkan pelaksanaan Otsus Jilid II terus berlanjut di Papua.
Tokoh agama Papua, Pendeta Mauri, mngakui, orang asli Papua masih butuh dana Otsus. Pendeta Mauri mengatakan, tidak ada pejabat di Papua yang mengatakan Otsus gagal karena mereka telah menikmati hasil Otsus.
Hanya saja, lanjut Pendeta Mauri, baru sebagian masyatakat yang bisa menikmati hasil Otsus. Artinya, belum semua masyarkat bisa menikmati hasil Otsus. Kalau ada yang mengatakan Otsus gagal, berarti mereka belum menikmati hasil Otsus. Untuk itu, Pendeta berharap, pelaksanaan Otsus perlu dievaluasi agar memberikan hasil yang lebih bagus.
Sementara tokoh adat Kabupaten Keerom, Herman Yoku, menyebut, kebijakan otsus ini merupakan produk undang-undang yang tidak bisa dihapus. Kalaupun ada hanya revisi dan evaluasi saja. "Tidak ada dihapus. Kita masih sangat membutuhkan dana itu untuk kesejahteraan rakyat. Kita akui masih ada kekurangan, tapi juga sudah ada perubahan," kata Herman Yoku.
Herman Yoku menegaskan, warga wilayah Adat Tabi dan Seireri telah melakukan evaluasi Otsus Papua. Mereka sepakat untuk melanjutkan kebijakan otsus. "Kami tetap dalam bagian NKRI. Jangan terprovokasi gerakan yang menyesatkan. Yang membuat kita tidak bisa berkembang," ujar Herman Yoku.
Sementara Kepala Kampung Sakanto di Kabupaten Keerom, Yohanes Isomo, mengaku pernah disodori petisi penolakan otsus. Namun karena dia menilai adanya kebijakan membawa perubahan signifikan di Papua, dia pun menolak itu. "Sekarang kita lihat pembangunan di Papua seperti ini, perbatasan juga sudah sangat bagus. Lalu kenapa ditolak, harusnya diterima dengan syukur," kata Yohanes Isomo.
Ketua Mandala Trikora Papua, Albert Ali Kabiay, juga berpendapat senada. Ali Kabiay mengatakan, mereka yang menolak otsus ini bukan dari seluruh warga Papua, hanya kelompok kecil.
Posting Komentar