Acara deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di berbagai daerah mendapat penolakan dari masyarakat. Apa masalahnya? Akar masalahnya justru muncul dari KAMI sendiri. Kok bisa? Pada Deklarasi KAMI di Tugu Proklamasi Agustus 2020 lalu, KAMI menyampaikan delapan tuntutan kepada pemerintah, salah satunya meminta pemerintah serius menangani pandemi virus corona (Covid-19). Tapi anehnya, dalam acara deklarasi KAMI di Tugu Proklamasi itu para pesertanya justru melanggar protokol kesehatan, nekat berkerumun dan berdesak-desakan, banyak yang tak pakai masker, dan malah tokohnya tidak benar menggunakan masker.
Wajar saja, acara deklarasi KAMI di Lapangan Tugu Proklamasi pada 18 Agustus 2020 tersebut langsung diwarnai unjuk rasa penolakan dari Aliansi Aksi Milenial Indonesia. "Mereka tidak patuh terhadap protokol pemerintah. Ada kerumunan, tidak jaga jarak," kata orator unjuk rasa melalui pengeras suara di Jalan Pegangsaan, Jakarta, 18 Agustus 2020.
Akibatnya, Satgas Covid-19 memberikan peringatan terkait pelanggaran protokol kesehatan dalam deklarasi KAMI. Juru Bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito, menyoroti pelanggaran protokol kesehatan. Menurut Wiku, dalam acara deklarasi KAMI, sebagian masyarakat masih berkerumun, dan memakai masker dengan cara yang tidak tepat, dan bahkan ada yang tidak menggunakan masker.
Belakangan, acara deklarasi KAMI di berbagai daerah akhirnya mendapat penolakan. Contohnya, deklarasi KAMI di halaman Susan House, Jalan KH Ahmad Dahlan nomor 49 Semarang, pada 6 September 2020 diwarnai unjuk rasa penolakan dari Aliansi Pemuda Cinta Indonesia (APCI). Mereka menolak KAMI karena dinilai tidak etis. “Kita itu bingung dengan munculnya KAMI. Sebenarnya apa yang di selamatkan ? Alangkah baiknya bersama-sama fokus menangani covid – 19,” terang Koordinator kelompok penolak KAMI, M Zuhud Amri.
Acara deklarasi KAMI di Bandung pada 7 September 2020 juga ditolak sejumlah ormas dan mahasiswa. Ikatan Cendikia Cipayung menggelar aksi demonstrasi untuk menolak deklarasi KAMI. Koordinator Ikatan Cendikia Cipayung, Sakuntala, mengatakan, kegiatan deklarasi KAMI rawan memicu kerumunan masa. Padahal pandemi COVID-19 di Kota Bandung masih belum berakhir. "COVID-19 belum selesai, hanya ingin menggiring partisipan, hanya karena mereka tidak masuk struktural di pemerintahan," tuturnya.
Penolakan KAMI terus berlanjut di daerah lain, seperti di Magelang dan sejumlah daerah. Yang terbaru, acara deklarasi KAMI Jatim di Gedung Juang 45 Surabaya akhirnya dibatalkan setelah mendapat penolakan dari berbagai organisasi masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Tetap Aman (KITA).
Gatot Nurmantyo sendiri tidak mampu mengendalikan pendukung KAMI agar tertib melaksanakan protokol kesehatan. Massa pendukung KAMI tetap dibiarkan berdesak-desakan, tidak tertib memakai masker, bahkan ada yang gak pakai masker di samping Gantot Nurmantyo sendiri. Mau jadi apa negeri ini bila KAMI hanya bisa mengajukan tutntan, tapi tidak becus menjalankan protokol kesehatan?
Tak aneh, jika masyarakat kini malah jadi antipati dengan KAMI karena tidak menghormati masa pandemi covd-19 dengan mengadakan acara di tempat umum. Mereka dianggap tak punya empati dan hanya mengutamakan ego. Selain itu, acara deklarasi dianggap jadi ajang show off agar popularitas pada tokoh tua yang masih haus kekuasaan.
Posting Komentar