Opini: Zulfan Lindan *
Dia mantan ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Maruf Amin pada Pilpres 2019.
Lalu menjadi Menteri BUMN dan ketua pelaksana Komite Penanganan Covid-19 serta Pemulihan Ekonomi Nasional. Jabatan-jabatan itu memupuk persona sekaligus kritik dan serangan.
Gaya Erick Thohir, Menteri BUMN yang dilantik pada 23 Oktober 2019 dianggap para pengkritiknya terlalu profit-minded dan menjunjung kepemimpinan ala pengusaha swasta tanpa unggah-ungguh politik.
Dia hanya memperhatikan aspek untung-rugi dan kesehatan kapital. Ada kekhawatiran model seperti itu akan membangkrutkan misi dan dimensi publik dari kehadiran BUMN.
Namun, kekhawatiran itu bisa dibantah. Visi publik dan privat Erick Thohir dapat terlihat memancar dari kebijakannya yang akan segera memisahkan perusahaan pelat merah tetap sebagai PT (Perseroan Terbatas) dari perusahaan dan anak perusahaan yang harus mentransformasi diri sebagai Perum (Perusahaan Umum) karena mengemban pelayanan sosial.
Kementerian BUMN di bawah Erick Thohir melakukan evaluasi bahwa saat ini banyak BUMN yang bertugas melayani kepentingan masyarakat dalam bentuk penyediaan barang dan jasa publik namun masih berstatus PT.
Keterangan pers dari Sekretaris Kementerian BUMN Susyanto pada Rabu (30/09/2020) mengatakan kementeriannya akan melakukan klasifikasi dan pembagian jenis BUMN yang mengemban tugas pelayanan publik dan yang bersifat komersial.
Keinginan itu akan dilanjutkan dalam pembahasan Rancangan Undang-undang BUMN bersama Komisi VI DPR.
Contoh kasusnya seperti PT Hutama Karya yang bertugas melakukan pelayanan sosial seperti membangun jalan (tol) yang belum tentu komersial namun di sisi lain ada tugas komersial yang harus dijalankan termasuk membuat anak perusahaan yang berbentuk PT.
Erick Thohir menginginkan ada kejelasan yang fair BUMN dan anak perusahaan mana yang melakukan tugas pembangunan dan pelayanan sosial dan BUMN mana yang berorientasi komersial.
Kebijakan ini sangat penting untuk menilai kinerja BUMN secara adil dan proporsional bukan hanya aspek keuntungan namun juga memastikan sejumlah BUMN memenuhi mandat publiknya untuk menyelenggarakan pelayanan dan penyediaan barang dan jasa publik secara merata, optimal dan berkualitas sesuai amanat konstitusi.
Selama ini hampir di seluruh lingkungan BUMN memiliki mindset bahwa BUMN harus untung dan mengejar keuntungan sesuai mandat Pasal 2 ayat 1 huruf b UU BUMN No. 19 Tahun 2003.
Namun pada kenyataannya tidak semua BUMN benar-benar berorientasi keuntungan belaka.
Sebagian BUMN memiliki orientasi pelayanan publik yang lebih tinggi nilainya dari sekadar keuntungan.
Terobosan kebijakan Erick Thohir terkait pemisahan BUMN dan Perum menunjukkan pemahaman yang lebih jelas soal dimensi publik dan privat dari BUMN.
Riuh Evaluasi Perusahaan Pelat Merah ala Erick Thohir
Seperti insting pengusaha pada umumnya yang terbiasa dengan unsur kehati-hatian dan informasi yang akurat, Erick Thohir memulai langkahnya sebagai Menteri BUMN bukan dengan segera membagi-bagikan posisi jabatan namun dengan mengevaluasi dua hal penting di 142 total perusahaan pelat merah Indonesia.
Dua hal itu adalah aspek kinerja BUMN termasuk performa jajaran pengurus dan struktur serta core business BUMN.
Jika menteri BUMN sebelumnya sangat antusias berbicara pembentukan holding, gaya Erick berbeda.
Ia memulai dengan kebijakan pengevaluasian perusahaan pelat merah sebelum mengembangkan holding dan merestrukturisasi anak perusahaan BUMN.
Kini dari 142 perusahaan BUMN hanya tersisa 107 perusahaan yang keberadaannya pun masih akan terus dievaluasi sehingga jumlahnya menyusut ke angka 80 hingga 70 perusahaan saja. Ada 35 BUMN telah mengalami perampingan dan efisiensi oleh kementerian Erick Thohir bekerja sama dengan menteri keuangan.
Menurut keterangan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga sejauh ini BUMN yang akan dipertahankan dan dikembangkan ada 41 BUMN. Ada 34 BUMN dikonsolidasikan atau digabungkan (merger).
Sementara BUMN yang akan dimasukkan ke PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) ada 19 dan yang dilikuidasi melalui PPA sebanyak 14 perusahaan. PPA berperan karena kementerian BUMN tak memiliki wewenang langsung untuk membubarkan perusahaan BUMN.
Erick melakukan evaluasi dan restrukturisasi melalui Tim Percepatan Restrukturisasi BUMN yang dibentuk melalui Keppres Nomor 40 Tahun 2020.
Tim itu membantu dirinya mengevaluasi lebih matang dan mempercepat keleluasaan Erick untuk menggabungkan dan melikuidasi aset perusahaan.
Menurut hasil evaluasi Erick Thohir di kementerian BUMN hanya ada 10 persen perusahaan BUMN yang mampu bertahan.
Baca: Wakil Ketua Komisi VI : Kalau Perusahaan BUMN Jadi Beban, Sebaiknya Dibubarkan
Perusahaan itu bergerak di teknologi komunikasi, rumah sakit, farmasi, perkebunan dan bahan pangan.
Sementara 90 persen BUMN lain akan terkoreksi secara operasional dan dipaksa melakukan efisiensi anggaran terutama mempertimbangkan dampak dari pandemik Covid-19 kepada BUMN.
Bersih-bersih BUMN dan Mengerem Pesta-Pora Jabatan
Sejak awal menjabat Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah punya agenda khusus bernama ‘bersih-bersih’ BUMN.
Kedua menteri yang memiliki kuasa pemegang saham BUMN itu bersepakat mengevaluasi BUMN yang merugi.
Selain memperbaiki database kedua kementerian dalam mengevaluasi BUMN dari aspek keuangan dan tata kelola serta bekerja sama membuat kredibel BUMN yang memiliki misi-misi pembangunan.
Jabatan pertama yang dipangkas Erick Thohir adalah posisi tujuh orang deputi menteri BUMN menjadi tiga jabatan deputi.
Erick mengungkapkan bahwa dua wakil Menteri BUMN sudah cukup untuk melaksanakan efisiensi birokrasi di kementeriannya untuk melaksanakan apa yang disebut Erick sebagai services BUMN.
Erick memberhentikan seluruh deputi BUMN beserta jabatan sekretaris Menteri BUMN. Kemudian 3 kedeputian yang baru berfokus pada urusan hukum, SDM dan keuangan sementara sekretaris menteri akan bertugas menjadi administrator.
Sejauh ini Erick telah merombak 33 perusahaan BUMN termasuk mengevaluasi jajaran direksi dan terus akan melakukan perombakan total terhadap seluruh BUMN.
Erick mengatakan dia tidak sedang ‘bersih-bersih’ karena ada ‘sesuatu’ dan meladeni kasak-kusuk namun itu dilakukan secara menyeluruh untuk menciptakan iklim BUMN yang sehat.
Ia menegaskan tata kelola korporasi yang bersih sesuai good corporate governance di BUMN harus betul-betul dilaksanakan dan bukan sekadar lip services belaka.
Hingga saat ini Erick Thohir terus melakukan evaluasi dan perombakan jajaran direksi BUMN termasuk rangkap jabatan yang terjadi antara pengurus direksi di perusahaan induk dan anak perusahaan seperti terjadi pada kasus PT Garuda Indonesia.
Erick mewanti-wanti seluruh direksi agar tak ada satu direksi BUMN yang merasa aman dengan posisinya saat ini jika key performance index (KPI) mereka buruk.
“Saya dari awal bilang dalam memilih direksi bukan suka atau tidak suka tapi berdasarkan KPI. Mereka baru boleh merasa aman jika kinerja perusahaannya memuaskan,” ucap Erick Thohir.
Selain faktor performance, faktor yang menjadi pertimbangan Erick dalam menyusun jajaran pengurus adalah kekompakan manajemen.
Ia mementingkan hubungan dirut dan komut yang kuat dan bisa bekerja sama saling bantu dan mengawasi bukan sebaliknya tidak mau diawasi oleh komisaris.
Klaster Baru dan Menata Fokus Bisnis BUMN
Sebelum Erick menjabat terdapat 27 klaster (pengelompokan) di dalam tubuh BUMN kini klaster itu Ia rampingkan menjadi 12 kelompok melalui sebuah peta evaluasi berdasarkan prioritas pembangunan dalam bentuk ketahanan energi, pangan dan kesehatan.
Pengelompokan itu misalnya menggabungkan BUMN farmasi dengan BUMN rumah sakit atau BUMN semen dengan BUMN karya agar fokus dan hubungan supply-chain (pasokan) lebih jelas dan terukur.
12 klaster yang disusun ulang Kementerian BUMN baru itu seperti klaster industri migas, energi dan minerba. Klaster perkebunan, kehutanan, pupuk dan pangan. Klaster farmasi dan kesehatan.
Klaster pertahanan, manufaktur dan industri. Klaster pertama ini dibawahi oleh Wakil Menteri BUMN I Budi Gunadi Sadikin.
Sementara enam klaster lainnya yaitu kalster jasa keuangan, jasa asuransi dan dana pensiun, klaster telekomunikasi dan media, klaster pembangunan infrastruktur, pariwisata, klaster logistik serta klaster sarana dan prasarana perhubungan dibawahi oleh Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjaatmadja.
Selama Erick menjabat dia mengevaluasi kinerja BUMN terutama yang memiliki anak perusahaan berupa bisnis sampingan yang menurutnya cenderung tidak efisien.
“Saya tidak ingin BUMN model apa saja ada. Saya akan review apa BUMN perlu punya unversitas. Bersaing di bisnis intinya saja belum survive, apalagi menjalankan bisnis non-intinya,” ucap Erick Thohir.
Selama ini terdapat BUMN yang memiliki anak perusahaan berkecimpung dalam bisnis sampingan seperti bidang pendidikan, rumah sakit, dan jasa.
Dalam hal konsolidasi, Kementerian BUMN di bawah Erick Thohir terus melanjutkan konsolidasi terhadap rumah sakit milik BUMN yang berjumlah 64 rumah sakit agar fokus di bidang kesehatan yang sahamnya dimiliki oleh BUMN-BUMN.
Konsolidasi rumah sakit itu misalnya yang dimiliki oleh Pertamina, Pelni, Pelindo, PTPN dan lainnya.
Menteri BUMN mendorong induk usaha holding rumah sakit yang menjadi anak usah milik BUMN agar go public masuk bursa saham.
Menurutnya jika dikonsolidasikan total pendapatan seluruh rumah sakit BUMN bisa mencapai Rp 5 trilyun per tahun sementara selama ini bisnis itu hanya menjadi anak dan cucu usaha dari BUMN.
Erick ingin agar fokus bisnis utama induk perusahaan tetap pada intinya sementara anak perusahaan yang bergerak di sektor kesehatan ditransformasi menjadi induk dengan adanya holding yang telah diinisiasi Rini Soemarno dengan pembentukan holding 70 rumah sakit BUMN.
Erick ingin memastikan agar holding rumah sakit itu pelayanannya serta keahliannya terjaga dengan go public sehingga semua orang mengawasi. “Saya ingin kedepannya RS BUMN bisa menjadi terpercaya dan terkemuka.
Pasalnya, menurut Erick, industri kesehatan di Indonesia masih belum dipercaya sehingga harus ditingkatkan.
Selama ini current deficit Indonesia di sektor kesehatan cukup tinggi sekitat enam milyar dollar AS.
Banyak masyarakat Indonesia yang melakukan pemeriksaan kesehatan di luar negeri. Erick akan merombak struktur holding RS BUMN dan menunjuk induk yang baru.
Selain kesehatan, Erick juga akan membentuk induk usaha pariwisata yang sebelumnya oleh Rini Soemarno digagas hanya sebagai induk usaha penerbangan. BUMN yang akan masuk dalam induk usaha pariwisata tersebut terdiri dari perusahaan pelayanan lintas udara dan bisnis udara Angkasa Pura, serta PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).
Konsolidasi lain juga dilakukan Erick Thohir dengan rencana membentuk induk usaha yang bergerak di bisnis asuransi dan dana pensiun.
Salah satu preseden pembentukan ini untuk menghindari kasus tekanan likuiditas yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Perusahaan dana pensiun PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) yang mengurus dana pensiun untuk TNI dan Polri juga bakal masuk dalam holding BUMN tersebut.
Kemudian konsolidasi lain terjadi dengan menargetkan induk usaha pelabuhan. Kementerian BUMN dan PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) tengah membuat kajian terkait pembentukan induk usaha tersebut.
Namun, skema detailnya, akan diputuskan segera oleh Menteri BUMN. Holding tersebut nantinya akan menaungi Pelindo I, II, III, dan IV.
Batu Kerikil di Sepatu Erick Thohir
Sebuah sentimen negatif kepada Erick Thohir selaku menteri BUMN meluncur gencar di media sosial dengan tagar #ErickOut.
Anthony Leong, praktisi komunikasi digital menganalisis sentimen negatif itu merupakan godokan beberapa pihak saja dan tidak objektif.
Dia mengatakan publik memang penting untuk kritis terhadap suatu permasalahan namun bukan kegaduhan melainkan masukan serta saran yang objektif.
Kira-kira selama tiga bulan belakangan dari 10 bulan usia menjabat Erick Thohir sebagai Menteri BUMN, sebuah gerakan protes mendelegitimasi kinerja dan kepemimpinan Erick mencuat terutama di media sosial.
Menurut informasi Gerakan Muda Bersatu Nasional melalui keterangan Effendi Syahputra yang mendukung Erick Thohir untuk fokus menyelamatkan ekonomi dan dampak Covid-19, selama ini ada kekuatan politik yang mengintervensi tugas Erick Thohir sebagai menteri terutama dalam penentuan direksi dan komisaris BUMN.
Ada saja pihak-pihak yang memaksakan nama-nama tertentu masuk ke dalam jajaran direksi dan komisaris.
Sikap Erick Thohir yang tidak cukup kompromistis terhadap intervensi tersebut membuat serangan terhadap posisi dirinya sebagai Menteri BUMN semakin kencang.
Politisi Demokrat, M. Adamsyah dalam ciutannya mengungkap ada pihak yang tidak senang dengan kinerja Erick Thohir di Kementerian BUMN.
“Saya tahu siapa orang yg kasak kusuk mau menggeser @erickthohir! Ngebet banget sih pengen jadi Meneg BUMN,” tulis Adamnya di akun Twitternya @DonAdam68 (18/6/2020)”.
Sebuah organisasi bernama Barisan Nasional Nusantara selama ini cukup aktif melakukan penolakan terhadap kepemimpinan Erick Thohir melalui media sosial dan forum publik.
Penolakan itu meresonansi perseteruan aktif politikus PDIP Adian Napitupulu terhadap kinerja Erick Thohir dengan mengatakan 6.200 kursi komisari dan direksi BUMN adalah titipan karena tidak jelas perekrutannya.
Gerakan menentang Erick Thohir ini menuduh Erick melanggengkan praktek KKN dan rangkap jabatan selain penunjukkan prajurit TNI dan perwira Polri aktif menjadi komisaris.
Tenaga Ahli Utama Kepresidenan Kantor Staf Kepresidenan RI Dany Amrul Ichdan menyatakan, sebenarnya terlalu dini untuk menilai kinerja BUMN karena hal itu harus dibuktikan dengan data yang terukur.
“Kinerja BUMN itu harus berbasis pada evidence yang terukur, sehingga baru bisa terlihat pada laporan tahunan masing-masing kinerja BUMN yang audited,” ucapnya.
Namun Dany mengapresiasi langkah Erick Thohir dalam mempercepat restrukturisasi BUMN termasuk penyederhanaan struktur organisasi baik di Kementerian BUMN maupun di BUMN itu sendiri.
Dany bilang, langkah ini sejalan dengan visi dan misi Presiden Joko Widodo tentang reformasi birokrasi, dan penyederhanaan struktur organisasi, restrukturisasi proses bisnis, semangat memperkuat tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance).
Lembaga survey bernama Charta Politica merilis hasil survei tentang kinerja menteri kabinet Joko Widodo.
Survei tersebut dilakukan pada 6-12 Juli 2020 dengan metode wawancara melalui telepon melalui metode simple random sampling kepada 2.000 responden yang tersebar di seluruh Indonesia.
Margin of error (toleransi kesalahan) survei 2,19 persen pada tingkat kepercayaan (level of confidence) sebesar 95 persen.
Hasil survei kinerja menteri mengatakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menempati urutan pertama dalam kategori menteri dengan kinerja terbaik.
Sebanyak 12,8 persen responden memilih sang Ketua Umum Partai Gerindra tersebut. Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menempati urutan dua dengan pemilih sebanyak 11,5 persen responden.
Urutan ketiga ditempati Menteri BUMN Erick Thohir dengan angka 5,8 persen.
Sejumlah jabatan pemerintahan yang kritis kini seperti berada di pundak Erick Thohir. Jabatan tersebut senyatanya adalah ujian besar untuk Erick Thohir.
*) Zulfan Lindan: Pemerhati Ekonomi dan Politik.
Posting Komentar